Kisahku 1:
Seperti biasa pagi itu aku berangkat ke Sekolah dengan Zebra 2005-ku. Suasana sepanjang jalan masih lumayan sepi, karena aku sengaja berangkat selalu lebih awal. Pukul 06.10 WIB Aku sampai di Sekolah. Masih Sepi lingkungan sekolah hanya beberapa siswa yang kutemui. Setelah masuk ruanganku, aku aktifkan Server-Wifi dan kubuka laptop kesayanganku. Tok...tok...tok ada yang mengetuk pintu ruangku, seorang siswa dengan postur kecil, kurus dan berkulit hitam berdiri didepan pintu sambil mengucap salam.
Seperti biasa pagi itu aku berangkat ke Sekolah dengan Zebra 2005-ku. Suasana sepanjang jalan masih lumayan sepi, karena aku sengaja berangkat selalu lebih awal. Pukul 06.10 WIB Aku sampai di Sekolah. Masih Sepi lingkungan sekolah hanya beberapa siswa yang kutemui. Setelah masuk ruanganku, aku aktifkan Server-Wifi dan kubuka laptop kesayanganku. Tok...tok...tok ada yang mengetuk pintu ruangku, seorang siswa dengan postur kecil, kurus dan berkulit hitam berdiri didepan pintu sambil mengucap salam.
Dari langkah dan sorot matanya anak ini baru dalam kesulitan, tatap mata yang sendu dan pancaran wajah yang murung. Setelah menjawab salamnya, aku persilahkan duduk, "Ada yang bisa saya bantu mas?" pertanyaan yang kuluntarkan.
Dia duduk dikursi depan mejaku dan tertunduk beberapa saat, kepalanya mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaanku. Aku coba tunggu sampai dia berani mengangkat wajah dan menatapku, Aku tersenyum sambil menatap wajahnya. Kucoba transfer semangat yang mengalir dari tubuhku melalui sorot mataku, dia mengusap matanya yang terkaca-kaca.
"Kenapa mas menangis ? tanyaku.
"Saya 2 hari tidak masuk dan tidak mengikuti MID semester Pak" jawabnya.
"Ada masalah apa? Kamu sakit? " tanyaku.
"Saya mau keluar saja pak ! saya malu ! Saya belum membayar seragam sekolah dan SPP nunggak 4 bulan, orang tua tidak mau datang ke sekolahan, orang tua belum bisa bayar Pak" dia menjelaskan dengan suara yang menghilang. Diam dan kembali menangis, untuk ini lebih keras lagi....
Aku berdiri dan kucoba untuk menghampirinya, aku elus-elus rambutnya. Aku merasakan betapa berat permasalahan ekonomi keluarganya, aku kucoba tangkap getaran dari tangisnya yang sangat dalam, dia berusaha untuk menahan tangisnya, terasa sesunggukan, "sabar, sabar, sabar !" kata lirih yang kuucapkan.
Aku lepaskan dekapan kepala dari tubuhku dan kubiarkan dia duduk, aku berjalan menuju kulkas untuk mengambil air putih. Aku acungkan 1 gelas aqua yang sudah kutancapi sedotan.
"Aku mau dengan ceritanya, kamu ceritakan yang jelas, jangan menagis dulu" perintahku.
"Setahuku, disekolah ini tidak ada yang melarang siswa mengikuti Tes atau Ujian karena belum membayar administrasi mas, kenapa kamu tidak masuk sekolah? kamu MID semesteran kan?" berondungan pertanyaanku.
" Saya tahu pak peraturan itu, tapi saya malu dan ibu tidak berani datang ke sekelahan". "Lho bapakmu dimana?" selaku.
"Bapak baru sakit pak, sudah beberapa hari yang lalu" saya sama adik sudah beberapa hari makan dikasih tetangga sebelah.
"Naik apa kamu ke sekolah?"
"Jalan kaki pak, Nyebrang sungai banjir kanal barat naik sampan, trus jalan kaki lagi menuju sekolah".
"Bapak kerja apa?" semakin aku ingin tahu
"Serabutan pak, kadang di bangunan, kadang buat taman, kadang buat penggandaan kunci, pokoknya seadanya" jawabnya dengan suara terbata-bata. Dia diam sebentar " kadang saya seharian tidak makan pak, kalau bapak tidak dapat uang".
Untuk kali ini aku yang terasa sesak di dada, Ya Allah,...terimakasih atas kiriman sarapan pagi yang indah ini". Aku berusaha menghilangkan kesedihanku, yang terus terang saja aku terhanyut cerita siswaku ini. Kucoba tetap tegar dan terus setia mendengarkan ceritanya.
"Siapa yang menyuruh kamu dulu masuk sekolah disini?" tanyaku.
"Saya sendiri pak, saya harus sekolah, saya gak mau seperti ibu dan bapak yang hanya lulus SD" jelasnya.
"Kamu punya adik berapa?"
" 2 pak, yang satu kelas 5 SD dan yang kecil kelas 2 SD".
"Kalau kamu keluar dari sekolah mau ngapain?" tanyaku
"Aku mau bantu kerja Bapak, atau apalah yang penting bisa membanyu Bapak mencari uang buat makan, ibu dan kedua adikku".
"Kamu Sholat?" pertanyaan yang paling sering aku tanyakan ke setiap siswa.
Dia mengangguk.
Tet......tet.......tet......bel sekolah tanda masuk berbunyi.
Dia berdiri mohon ijin kembali, sebelum keluar dari ruanganku. Aku dekati dia sambil aku tepuk pundaknya.
"Mas kalau aku boleh kasih saran, kamu jangan memutuskan untuk keluar dulu. Besok aku tunggu kamu di ruangku" , Sebelum keluar aku ambil sebuah buku "Chairul Tanjung: Si Anak Singkong" dan aku berikan ke dia, sebuah pertanyaan kecilpun aku lontarkan, "Apa cita-citamu?"
Dia membalikkan badan, menatapku seraya berkata "saya ingin menaikkan Haji kedua Orang tua saya pak" dia keluar sambil mencium tanganku.
"Cita-cita yang sangat mulia" Batinku berdoa. ( Bersambung... )
"Kenapa mas menangis ? tanyaku.
"Saya 2 hari tidak masuk dan tidak mengikuti MID semester Pak" jawabnya.
"Ada masalah apa? Kamu sakit? " tanyaku.
"Saya mau keluar saja pak ! saya malu ! Saya belum membayar seragam sekolah dan SPP nunggak 4 bulan, orang tua tidak mau datang ke sekolahan, orang tua belum bisa bayar Pak" dia menjelaskan dengan suara yang menghilang. Diam dan kembali menangis, untuk ini lebih keras lagi....
Aku berdiri dan kucoba untuk menghampirinya, aku elus-elus rambutnya. Aku merasakan betapa berat permasalahan ekonomi keluarganya, aku kucoba tangkap getaran dari tangisnya yang sangat dalam, dia berusaha untuk menahan tangisnya, terasa sesunggukan, "sabar, sabar, sabar !" kata lirih yang kuucapkan.
Aku lepaskan dekapan kepala dari tubuhku dan kubiarkan dia duduk, aku berjalan menuju kulkas untuk mengambil air putih. Aku acungkan 1 gelas aqua yang sudah kutancapi sedotan.
"Aku mau dengan ceritanya, kamu ceritakan yang jelas, jangan menagis dulu" perintahku.
"Setahuku, disekolah ini tidak ada yang melarang siswa mengikuti Tes atau Ujian karena belum membayar administrasi mas, kenapa kamu tidak masuk sekolah? kamu MID semesteran kan?" berondungan pertanyaanku.
" Saya tahu pak peraturan itu, tapi saya malu dan ibu tidak berani datang ke sekelahan". "Lho bapakmu dimana?" selaku.
"Bapak baru sakit pak, sudah beberapa hari yang lalu" saya sama adik sudah beberapa hari makan dikasih tetangga sebelah.
"Naik apa kamu ke sekolah?"
"Jalan kaki pak, Nyebrang sungai banjir kanal barat naik sampan, trus jalan kaki lagi menuju sekolah".
"Bapak kerja apa?" semakin aku ingin tahu
"Serabutan pak, kadang di bangunan, kadang buat taman, kadang buat penggandaan kunci, pokoknya seadanya" jawabnya dengan suara terbata-bata. Dia diam sebentar " kadang saya seharian tidak makan pak, kalau bapak tidak dapat uang".
Untuk kali ini aku yang terasa sesak di dada, Ya Allah,...terimakasih atas kiriman sarapan pagi yang indah ini". Aku berusaha menghilangkan kesedihanku, yang terus terang saja aku terhanyut cerita siswaku ini. Kucoba tetap tegar dan terus setia mendengarkan ceritanya.
"Siapa yang menyuruh kamu dulu masuk sekolah disini?" tanyaku.
"Saya sendiri pak, saya harus sekolah, saya gak mau seperti ibu dan bapak yang hanya lulus SD" jelasnya.
"Kamu punya adik berapa?"
" 2 pak, yang satu kelas 5 SD dan yang kecil kelas 2 SD".
"Kalau kamu keluar dari sekolah mau ngapain?" tanyaku
"Aku mau bantu kerja Bapak, atau apalah yang penting bisa membanyu Bapak mencari uang buat makan, ibu dan kedua adikku".
"Kamu Sholat?" pertanyaan yang paling sering aku tanyakan ke setiap siswa.
Dia mengangguk.
Tet......tet.......tet......bel sekolah tanda masuk berbunyi.
Dia berdiri mohon ijin kembali, sebelum keluar dari ruanganku. Aku dekati dia sambil aku tepuk pundaknya.
"Mas kalau aku boleh kasih saran, kamu jangan memutuskan untuk keluar dulu. Besok aku tunggu kamu di ruangku" , Sebelum keluar aku ambil sebuah buku "Chairul Tanjung: Si Anak Singkong" dan aku berikan ke dia, sebuah pertanyaan kecilpun aku lontarkan, "Apa cita-citamu?"
Dia membalikkan badan, menatapku seraya berkata "saya ingin menaikkan Haji kedua Orang tua saya pak" dia keluar sambil mencium tanganku.
"Cita-cita yang sangat mulia" Batinku berdoa. ( Bersambung... )